hak dan kewajiban suami istri dalam hukum adat
PENDAHULUAN
Berbicara mengenai Hak
dan kewajiban suami isteri dalam hukum adat tidak lepas dari struktur hukum
adat itu sendiri. Setiap masyarakat adat mempunyai ciri yang berbeda terkait
hak dan kewajiban suami isteri. Dalam hal ini pengaruh hubungan kekerabatan dan
konstruksi social masyarakat sangat mempengaruhi terkait pembagian hak dan
kewajiban suami isteri dalam perkawinan. Bahkan dapat dikatakan, bahwa suatu
peratran hukum perkawianan sukar untuk dapat dipahami tanpa di barengi system
kekeluargaan yang bersangkutan.
Pengaruh agama pun
tidak dapat dipisahkan dengan perkawinan adat. Bagi yang beragama Islam, nikah
menurut Islam itu merupakan suatu bagian dari perkawinan adat keseluruhan. Bagi
yang beragama Kristen, hanya unsure-unsur dalam perkawinan adat yang
betul-betul secara positif dapat digabungkan dengan agama Kristen saja yang
dapat diurut.
Pembahasan dalam hal
hak dan lewajiban suami isteri ini pokok permasalahan yang akan dibahas adala
mengenai peran dalam rumahtangga baik yang mencari nafkah, yang mengerjakan
pekerjaan rumah, dan permaslahan lain terkait hak dan ewajiban suami-isteri.
dalam makalah ini akan dipaparkan
lebih mendalam hubungan suami isteri dalam hukum adat dalam setiap system
kekerabatan disertai contoh dari salah satu adat yang penulis pilih dalam
makalah ini.
PEMBAHASAN
A.
Perkawinan Dalam Pelbagai Sifat Kekeluargaan
Sebelum membahas hak da kewajiban
suami istri dalam hukum adat, penulis akan terlebih dahlu memaparkan mengenai
perkawinan dalam pelbagai sifat kekeluargaan.
Di Indonesia terdapat tiga macam system kekeluargaan, yaitu
parental, matrilinear dan parental.
Masing-masing sifat kekeluargaan sebagao berikut:
1.
Susunan kekeluargaan Patrilinear
Corak utama dari perkawinan dalam
persekutuan yang bersifat susunan kekeluargaan patrilineal adalah perkawinan
dengan “jujur”. Pemberian jujur oleh pihak laki-laki kepada pihak
perempuan ini adalah sebagai lambang si intri masuk kedalam keluarga suaminya. Jujur ini harus dibayar, jika tidak maka
perkawinan disebt anggap, semendo ambil anak, atau camur sambal (sumatera
selatan).
2.
Susunan kekeluargaan matrilineal
Dalam keluarga matrilineal tidak ada
pembayaran jujur.
Setelah kawin suami tetap masuk pada kekeluargaan sendiri,
akan tetapi dapat bergaul dengan keluarga isterinya sebagai “ urang sumando”.
Si Ayah pada hakikatnya tidak mempunyai kekuasaan terhadap anak-anaknya.
Rumah tangga suami isteri dan
anak-anak keturunannya dibiayai dari milik kerabat si isteri. Meskipun demikian
3.
Susunan kekeluargaan parental
Dalam susunan keluarga parental ini,
sebagai akibat perkawinan adalah bahwa suami dan isteri masing-masing mempunyai
dua system kekeluargaan. Terdapat juga kebiasaan pemberian-pemberian dari suami
kepada isteri, akantetapi tidak bermakna jujur.
Hadiah perkawinan di berbagai macam
daerah, seperti Aceh dan Sulawesi Selatan merupakan suatu syarat bagi
perkawinannya, sehingga di daerah-daerah tersebut hediah pemberian ini dapat
dipersamakan dengan mas kawin dalam hukum Islam.
B.
Hak dan Kewajiban Suami Isteri secara dalam hukum adat
secara umum
Adat di Indonesia
secara keseluruhan mengutamakan kewaijban daripada hak, karena hak itu
seolah-olah berpangkal dari kewajiban yang telah dilaksanakan. Dalam kehidupan
suatu perkawinan yang harus ditunaikan lebih dahulu adalah kewajiban baru dapat
menerima hak. Pembahasan ini lebih memfokuskan dan mengutamakan kepada masalah
kewajiban suami istri, dengan membicarakan kewajiban satu pihak berarti telah
membicarakan hak-hak istri dipihak lainnya.
Hak Dan Kewajiban
Bersama Suami Istri Diantaranya :
·
Sama-sama menegakkan rumah tangga, dan hal-hal penting
dalam rumah tangga diputuskan bersama oleh suami istri,
·
Sama-sama memiliki hak dan kedudukan yang seimbang dalam
kehidupan rumah tangga dan pergaulan masyarakat, meskipun disebut suami sebagai
kepala keluarga dan istri sebagai kepala rumah tangga,
·
Sama-sama berhak melakukan tindakan hukum,
·
Musyawarah dalam menentukan tempat tinggal,
·
Waajib saling mencintai, dan hormat menghormati dan saling
membantu,
·
Sama-sama memiliki hak gugat apabila salah satu melalaikan
kewajibannya,
·
Harta yang diperoleh dari perkawinan adalah harta milik
bersama,
·
Masing-masing berhak menguasai harta bawaan dan hadiah
serta harta warisan masing-masing.
Dari pengertian di
atas adalah merupakan hak dan kewajiban yang diambi dari mayoritas hukum adat
yang ada di Indonesia, tapi masih ada kemungkinan bahwa adat-adat tertentu yang
berbeda dari data diatas, di Minangkabau misalnya, karena didaerah sumatera
bagian barat ini menganut sistem pertalian matrilinial
(pertalian darah dari pihak ibu), jadi besar pengaruhnya dalam kehidupan
berumah tangga bahwa pihak ibu memiliki otoritas atau sikap yang mempengaruhi
dalam keluarga, jadi bisa saja kaum ibu memiliki peran besar dalam rumah tangga
tersebut.
Pada dasarnya dalam
perkawinan merupakan hubungan suami dan isteri.
Suami pada umumnya berkedudukan sebagai kepala rumah tangga dan
bertanggung jawab serta berkewajiban untuk menjaga kelangsungan hidup rumah-tangga
baik materil maupun non materil.
Kedudukan isteri, maka
ia berkewajiban serta bertanggung jawab terhadap penggunaan fasilitas untuk
lelangsungan hidup keluarga itu. Ia wajib mengatur dan menata penggunaan
kekayaan materi, untuk mengatur kehidupan rumah tangga, berkewajiban untuk
mengurus suami dan anak-anak. [1]
Secara umum dalam
masyarakat adat di jawa misalnya perempuan masih dianggap sebagai makhluk yang
lemah dikaitkan dengan stereotype yang berkaitan dengan fisik dan psikis
perempuan yang lemah, emosional, tidak rasional, dan kurang percaya diri.
Dengan adanya stereotype demikian, peran yang tepat bagi perempuan
dikonstruksikan sebatas berada pada sector rumah tangga, bukan pada sector pubic.[2]
Setiap adat mempunyai corak
tersendiri dalam kaitannya dengan hubungan antara suami-isteri. Seperti telah
di jelaskan diatas maka struktur social masyarakat dan system kekerabatan
sangat besar pengaruhnya. Untuk lebih memudahkan, penulis mencotohkan hubungan
suami-isteri dalam hukum adat di daerah-daerah tertentu.
C.
Hak dan Kewajiban Suami Isteri Dalam Adat Jawa
Masyarakat Jawa abad
XVIII-XIX pada umumnya menonjolkan peran dominan kaum laki-laki,sedang kaum
perempuan memperoleh kedudukan serta peranan yang kurang terkemuka. Pada
hakekatnya masyarakat yang didominasi oleh pria,kekuasaannya meliputi berbagi
aspek kehidupan antara lain bidang social,politik,sosio-kultural,religious.
Dalam lingkungan keluarga,pria menjadi kepala keluarga mempunyai kekuasaan
sebagai pemberi keputusan sebagai pencari nafkah,jabatannya menentukan status
keluarga,penentu garis keturunan,pemimpin kerabat. Dengan demikian pihak pria
lebih banyak berkomunikasi keluar,bertindak,bertanggung jawab,produktif. Dalam
pembagian pekerjaan pihak pria dituntut
untuk melakukan fungsi yang tidak terikat kepada fungsi reproduksi. Hak
dan kewajiban suami adalah sebagai berikut :
a.
Angayani (memberi nafkah lahir dan batin) dan Angomahi
(membuat rumah sebagai tempat berteduh)
Kewajiban utama bagi suami adalah
memberikan nafkah lahir dan batin kepada istri,baik itu berupa
makanan,pengorbanan,tempat berteduh dan kebutuhan lain yang dianggap perlu.
Pemenuhan nafkah ini menjadi tanggung jawab suami karena suami dalam lingkup
jawa dikategorikan sebagai seorang yang aktif (manah) memburu dan mencari.
Kewajiban yang lain seorang suami
adalah menyediakan rumah. Rumah sebagai tempat berteduh adalah factor yang
mendasar dan pokok untuk menjalani kehidupan berkeluarga. Adapun dalam
menentukan tempat kediaman,suamilah yang mempunyai hak dan kewajiban untuk
menyediakannya. Karena dalam budaya suami menempati posisi decision maker dalam
keluarga,maka tidak heran ini menjadi hak dan kewajiban suami tanpa campur
tangan isteri.
b.
Angayomi (menjadi pengayom dan membimbing keluarga) dan angayemi (menjaga kondisi keluarga
menjadi aman tentram bebas dari ganguan)
Menjadi pengayom dan pembimbing
merupakan hak dan kewajiban suami. Suami bertugas memimpin rumah tangganya yang
menyangkut berbagai aspek kehidupan keluarga. Seperti layaknya
pemimpin,laki-laki wajib mengawasi,melindungi,serta mengajari hal-hal yang
tidak diketahuin oleh istrinya. Suami wajib mengayomi dan membimbing
keluarganya. Dan tugas ini tidak mungkin dilakukan oleh oerang isteri, karena
dianggap tidak memiliki kecakapan seperti uaminya.
c.
Angamatjani (mampu menurunkan bibit unggul)
Tugas yang stu ini diwujudkn ketika
akan memilih isteri dengan mempertimbangkan bibbit (keturunan), bobot
(kekayaan), bebet (kedudukan). Ketiga hal tersebut merupakan hak suami yang
harus dipenuhi, karena keturunan menjdi hal yang itimewa bagi laki-laki sebab
anak akan melanjutkan sejarah orang tua.
D.
Hak dan kewajiban isteri dalam keluarga
Secara garis besar
pandangan masyarakat jawa pada abad XVII-XIX masih meletakkan perempuan pada
posisi inferior. Mengangap sebagai barang tidak mempunyai hak menentukan nasib
sendiri perilakunya harus disesuaikan dengan tradisi dan pandangan masyarakat
seperti halnya hidup yang dijalani harus diabdikan sepenuhnya kepada
laki-laki/suaminya. Kewajiban isteri terhadap suami dapat dikategorikan dalam
beberapa aspek :
a.
Mengutamakan sifat keluhuran dan keutamaan
Isteri harus dapat memilih perlakuan
yang baik dan yang jelek.
b.
Takut dan berbakti kepada suami
Perempuan sebagai seorang isteri
sudah seharusnya takut dan berbakti kepada suami. Diwujudkan dengan seorang
isteri harus bersedia menerima kemauan serta kehendak suami,dan semua kemauan
itu hendak dilaksanakan.
c.
Cinta kasih dan setia dalam suami
Cinta kasih seorang isteri setulus
hati tanpa memperhitungkan untung rugi. Perilaku yang mencerminkan ketidak
taatan seperti cemberut,tidak menyenangkan hati,bengis,pemarah,dan suka
bertengkar harus dihindari.
d.
Tidak menggunakan guna-guna atau jimat
Seorang isteri tidak diperkenankan
menggunakan guna-guna atau jimat untuk menarik cinta kasih suami.
e.
Selalu rjin berias setiap malam
Berias merupakan bentuk prilaku yang
dipandanh menyenangkan hati. Sebaiknya jika telah berbusana dengan baik istri
tetaplah tinggal dirumah. Demikianlah wanita utama yang akan mendapatkan rahmat
tuhan.
KESIMPULAN
Dari uraian diatas dapat ditarik
satu kesimpulan bahwa hak dan kewajiban suami isteri dalam hukum adat
dipengaruhi oleh beberapa factor seperti hubungan kekerabatan dan Agama.
Dalam system keluarga patrilinear
peran laki-laki lebih dominan pada sector public, seperti mencari nafkah,
memberikan jujur, dilayani oleh
isterinya dan mendapatkan posisi yang superior. Sedangkan perempuan mendapatkan
posisi yang subordinat dan lebih banyak memainkan sector domestic. Laki-laki
memainkan peran kepala rumah tangga dan sebagai nahkoda dalam rumah tangga.
Dalam system matrilineal dimana
garis keturunan diambil dari keluarga perempuan. Seorang suami dianggap sebagi
orang luar, ia bukan merupakan keluarga isternya dan merupakan mamak dari
kemenakannya. Dalam masyarakat ini seorang suami tidak mempunyai hak atas
anak-anaknya, karena anak-anaknya mask kedalam garis keturunan Ibunya.
Dalam system keluarga parental pada
dasarnya keduanya mempunyai hak yang sama dalam masalah hubungan kekerabatan.
Hal ini dapat di bedakan antara adat Jawa yang
dominan laki-laki dan Minangkabau yang matrilinear.
DAFTAR PUSTAKA
Wignjodupuro, soerojo. Pengantar dan
asas-asas hukum adat. Jakarta. Gunung Agung, 1967
Soekanto, Soerjono. Hukum Adat
Indonesia. Jakarta. Rajawali Pers, 1983
Saptomo, Ade. Hukum dan Kearifan
Lokal Indonesia. Jakarta. Grasindo, 2010
Noor, Arifin. ISD. Bandung.
Pustaka Setia,1999
Endraswara, Suwardi, Falsafah Hidup
Jawa. Tanggerang. Cakrawala, 2003
Komentar
Posting Komentar